Senin, 18 November 2013

Sistem Pemerintahan 1945 – 1959





Selanjutnya pembahasan mengenai sistem pemerintahan 1945 – 1959 akan dibagi kedalam tiga periode yakni: 1945 – 1949 , 1949 – 1950 , dan 1950 – 1959. Pembagian ini dimaksudkan untuk memperjelas perubahan yang terjadi pada tiap periode .

Pada awal deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 , Indonesia menjalankan sistem presidensial yang merujuk pada UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden memiliki kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Namun pada tanggal 23 Agustus 1945 , Belanda dan negara sekutu mendarat di Indonesia. Adapun negara selain Belanda bermaksud untuk mengamankan Indonesia pasca penetapan kemerdekaannya . Namun lain halnya dengan Belanda, ia kembali ke Indonesia dengan maksud untuk kembali menguasai Indonesia. Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi deklarator kita Soekarno untuk mempertahankan Indonesia dan wilayah – wilayah yang telah disepakati sebagai bagian dari Indonesia.

Untuk itu dibutuhkan jalan perundingan dengan pihak Belanda untuk mengakui Indonesia sebagai negara merdeka. Namun Jenderal Van Mook yang memimpin perundingan dengan Indonesia atas dasar pidato Ratu Wilhemnia tidak dapat dilakukan , karena Soekarno identik dengan Jepang. Maka berdasarkan pertimbangan tersebut dibentuklah kabinet semi-presidensil (semi-parlementer) peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis dan didasarkan pada usul BP – KNIP yang ditetapkan tanggal 14 November 1945. Hal ini dimaksudkan untuk membuka jalan perundingan antara kedua belah pihak , dengan demikian Sutan Sjahrir diangkat sebagai perdana menteri yang memimpin pemerintahan Indonesia dan juga sebagai perwakilan dalam perundingan dengan pihak Belanda.

Pada masa kabinet parlementer ini Sutan Sjahrir mengambil banyak peran terutama melakukan diplomasi dengan pihak Belanda untuk mengakui Indonesia sebagai negara merdeka. Adapun pada periode ini sistem pemerintahan dinilai tidak stabil , karena terjadi penguasaan terhadap wewenang kepada Perdana Menteri . Sehingga terjadi tiga kali pergantian perdana menteri, yakni : Sutan Sjahrir , Amir Syarifuddin , dan Muhammad Hatta.

Pada periode ini juga terjadi berbagai perjanjian antara Indonesia dan Belanda untuk pengakuan dari Belanda terhadap Indonesia. Bahkan Belanda melakukan dua kali agresi ke Indonesia yang menyebabkan berbagai perang di beberapa wilayah . Dan akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 di Istana Dam, Amsterdam .
Untuk periode ini , Indonesia menjalankan sistem pemerintahan semi-parlementer karena kondisi tersebut yang tidak memungkinkan untuk menjalankan sepenuhnya , dan tentunya dipengaruhi faktor politik yakni untuk membuka jalan diplomasi dengan pihak Belanda.

Selain itu pada periode ini dibentuk KNIP yang merupakan lembaga yang menjadi cikal bakal DPR yang berfungsi sebagai badan legislatif . Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945 dan maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945, yang memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk.


 






         Pada periode ini sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang merupakan lanjutan dari periode sebelumnya (1945-1949). Sistem ini menganut sistem multi-partai. Hal ini didasarkan pada konstitusi RIS yang menetapkan sistem parlementer kabinet semu (quasy parlementary) sebagai sistem pemerintahan RIS. Perlu diketahui bahwa sistem pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukanlah kabinet parlementer murni karena dalam sistem parlementer murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah.

     Diadakannya perubahan bentuk negara kesatuan RI menjadi negara serikat ini adalah merupakan konsekuensi sebagai diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Perubahan ini dituangkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur tangan dari PBB yang memfasilitasinya.

   Wujud dari campur tangan PBB tersebut adanya konfrensi KMB yaitu :
- Indonesia merupakan Negara bagian RIS
- Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa
- Wilayah diperkecil dan Indonesia di dalamnya
- RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda
- Indonesia adalah bagian dari RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan Indonesia Timur.

Dalam RIS ada point-point sebagai berikut :
1. Pemerintah berhak atas kekuasaan TJ atau UU Darurat
2. UU Darurat mempunyai kekuatan atas UU Federasi

Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer ini, badan legislatif RIS dibagi menjadi dua bagian yakni: Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu pada periode ini Indonesia tetap menganut sistem parlementer namun bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya merupakan federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.





     Periode ini (1950-1959) merupakan periode dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, pemberlakukan peraturan pada periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Masa ini merupakan masa berakhirnya Negara Indonesia yang federalis. Landasannya adalah UUD 1950 pengganti konstitusi RIS 1949. Sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer kabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu.

Adapun ciri-cirinya antara lain:

a. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
b. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
c. Presiden berhak membubarkan DPR.
d. Perdana menteri diangkat oleh Presiden.

Diawali dari tanggal 15 Agustus 1950, Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS NKRI, UU No. 7/1850, LN No. 56/1950) disetujui oleh DPR dan Senat RIS. Pada tanggal yang sama pula, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan:
1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi;
2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

UUDS ini merupakan adopsi dari UUD RIS yang mengalami sedikit perubahan, terutama yang berkaitan dengan perubahan bentuk negara dari negara serikat ke negara kesatuan.

Setelah peralihan dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem demokrasi liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari: Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Adapun kabinet yang telah dibentuk pada periode ini (1950 – 1959) antara lain:

• 1950-1951 - Kabinet Natsir
• 1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
• 1952-1953 - Kabinet Wilopo
• 1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
• 1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
• 1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
• 1957-1959 - Kabinet Djuanda

Dari segi sudut pandang analis pemerintahan sistem ini tentunya tidak dapat menopang untuk pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan. Setelah pembentukan NKRI diadakanlah berbagai usaha untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru dengan membentuk Lembaga Konstituante. Lembaga Konstituante adalah lembaga yang diserahi tugas untuk membentuk UUD baru.

Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.

Akhirnya setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang berlangsung selama 9 tahun, rakyat Indonesia merasa bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Disamping itu, Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Dekrit presiden 5 Juli menyatakan bahwa:
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar