Senin, 18 November 2013

Manfaat Pendidikan Karakter bagi Guru Untuk Membangun Peradaban Bangsa




” Manfaat pendidikan karakter bagi guru ” (Character education benefit for teacher)
Membangun peradaban sebuah bangsa pada hakikatnya adalah pengembangan watak dan karakter manusia unggul dari sisi intelektual, spiritual, emosional, dan fisikal yang dilandasi oleh fitrah kemanusiaan. Fitrah adalah titik tolak kemuliaan manusia, baik sebagai bawaan seseorang sejak lahir atau sebagai hasil proses pendidikan.
(Build civilization a nation intrinsically character development and superman character from intellectual side, spiritual, emotional, and fisikal melandasi by humanity natural tendency. natural tendency points refuses human glory, good as somebody load from the day borned or as education process result.)
Nelson Black dalam bukunya yang berjudul “Kapan Sebuah Bangsa Akan Mati” menyatakan bahwa nilai-nilai akhlak, kemanusiaan, kemakmuran ekonomi, dan kekuatan budaya merupakan sederet faktor keunggulan sebuah masyarakat yang humanis. Sebaliknya, kebejatan sosial dan budaya merupakan faktor penyebab kemunduran sebuah peradaban. Ia juga menulis, “Kebejatan sosial akan tampak pada pengingkaran atas konstitusi dan instabiltas ekonomi.”
(Nelson black in the book have a title” when a nation die” declare that character values, humanity, economy welfare, and culture strength is sederet superiority factor a society humanist. on the contrary, kebejatan social and culture is decline cause factor a civilization. he also writes, “broken social appear in disavowal on constitution and instabiltas economy. )
Pada Kongres Pendidikan se-Indonesia yang digelar di Yogyakarta bulan Oktober 1949, almarhum Ki Hadjar Dewantara dari Taman Siswa mengatakan bahwa “Hidup haruslah diarahkan pada kemajuan, keberadaban, budaya dan persatuan, dan kita seharusnya tidak menolak elemen-elemen yang datang dari peradaban asing. Ini adalah demi mendorong proses pertumbuhan dan pemerkayaan yang lebih lanjut bagi kehidupan nasional, dan secara mutlak untuk menaikkan martabat kebanggaan bangsa Indonesia.
(In education congress entire indonesias that spreaded out october month special province yogyakarta 1949, the late ki hadjar dewantara from student park says that” alive must be aimed in progress, existence, culture and coalitions, and we should not averse that elements from foreign civilization. this by push growth process and enrich furthermore for national life, and absolutely to raise indonesia bational pride dignity.)
Terlepas dari persoalan kuantitatif maupun kwalitatif tersebut, dalam konteks pembangunan sektor pendidikan, guru merupakan pemegang peran yang amat sentral dalam proses pendidikan. Karena itu, upaya meningkatkan profesionalisme para pendidik adalah suatu keniscayaan. Guru harus mendapatkan program-program pelatihan secara tersistem agar tetap memiliki profesionalisme yang tinggi dan siap melakukan adopsi inovasi.
(Quit of quantitative problem also qualitative, in education sector development context, teacher is role player very central in course of education. therefore, efforts increases professionalism educators a undoubtedly. teacher must get training programs according to activitas so that permanent has tall professionalism and ready do innovation adoption.)
Guru juga harus mendapatkan ” Reward ” (tanda jasa) ,penghargaan dan kesejahteraan yang layak atas pengabdian dan jasanya. Sehingga, setiap inovasi dan pembaruan dalam bidang pendidikan dapat diterima dan dijalaninya dengan baik.
(Also must get teacher” reward” (service sign), appreciation and proper welfare at the service of and the service. so that, every innovation and renewal in the field of education acceptable and endure it well.)
Di sinilah kemudian karakteristik pendidikan guru memiliki kualitas ketika menyajikan bahan pengajaran kepada subjek didik. Kualitas seorang guru dapat diukur dari segi moralitas, bijaksana, sabar dan menguasai bahan pelajaran ketika beradaptasi dengan subjek didik. Sejumlah faktor itu membuat dirinya mampu menghadapi masalah-masalah sulit, tidak mudah frustasi, depresi atau stress secara positif, dan tidak destruktif.
(At here then has when present instructional material to subjek educate. quality a teacher measurable from morality aspect, wise, patient and dominate when adapt with subjek educate lesson ingredient. amount of that factor makes self can to face difficult problems, not easy frustration, depression or stress positively, and not destructive.)
Karakteristik Pendidikan guru (Teacher education characteristics)
Menurut Lickona dkk (2007) terdapat 11 prinsip agar Karakteristik Pendidikan guru dapat berjalan efektif bilamana :
(1) Dikembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi karakter yang baik,
(2) Didefinisikan ‘karakter’ secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku,
(3) Digunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter,
(4) Diciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian,
(5) Diberi peserta didik kesempatan untuk melakukan tindakan moral,
(6) Dibuat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik,
mengembangkan karakter, dan membantu eserta didik untuk berhasil,
(7) usahakan mendorong motivasi diri peserta didik,
(8) libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggung jawab dalam
pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan
peserta didik,
(9) tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif
pendidikan karakter,
(10) libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter,
(11) evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana peserta
didik memanifestasikan karakter yang baik.
Dalam karakter pendidikan guru penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika dan estetika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan–sebagai basis karakter yang baik. Guru harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai dimaksud, mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Yang terpenting, semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti.
Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, dan tindakan berdasarkan nilai-nilai etika inti. Karenanya, pendekatan holistik dalam pendidikan karakter berupaya untuk mengembangkan keseluruhan aspek psikomotor, kognitif dan afektif, emosional, dan perilaku dari kehidupan moral yang akan dipahami peserta didik untuk membantu menciptakan komunitas bermoral, mendengar cerita ilustratif dan inspiratif, dan merefleksikan pengalaman hidup melalui pendekatan yang komprehensif menggunakan semua aspek persekolahan sebagai peluang untuk pengembangan karakter. Ini mencakup apa yang sering disebut dengan istilah kurikulum tersembunyi, hidden curriculum (upacara dan prosedur sekolah; keteladanan guru; hubungan peserta didik dengan guru, staf sekolah lainnya, dan sesama mereka sendiri; proses pengajaran; keanekaragaman peserta didik; penilaian pembelajaran; pengelolaan lingkungan sekolah; kebijakan disiplin); kurikulum akademik, academic curriculum (mata pelajaran inti, termasuk kurikulum Pendidikan Jasmani,Olahraga dan kesehatan ), dan program-program ekstrakurikuler, extracurricular programs (tim olahraga, club, proyek pelayanan, dan kegiatan-kegiatan setelah jam sekolah).
Pendidikan karakter yang efektif harus menyertakan usaha untuk menilai kemajuan. Terdapat tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian:
(1) karakter sekolah: sampai sejauh mana sekolah menjadi komunitas yang lebih peduli dan saling menghargai? (2) Pertumbuhan staf sekolah sebagai pendidik karakter: sampai sejauh mana staf sekolah mengembangkan
pemahaman tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk mendorong pengembangan karakter?
(3) Karakter peserta didik: sejauh mana peserta didik memanifestasikan pemahaman, komitmen, dan tindakan
atas nilai-nilai etis inti? Hal seperti itu dapat dilakukan di awal pelaksanaan pendidikan karakter untuk
mendapatkan baseline dan diulang lagi di kemudian hari untuk menilai kemajuan.
Semoga pendidikan karakteristik guru tidak berhenti hanya wacana karena tidak termasuk dalam program 100 hari pemerintah SBY-Boediyono. Pada poin 13, reformasi di bidang pendidikan, hanya disebut: ‘Menyambungkan atau mencegah mismatch antara yang dihasilkan lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan dan keperluan pasar tenaga kerja. Banyak yang dihasilkan perguruan tinggi, oleh sekolah-sekolah kejuruan, oleh balai-balai latihan kerja, tidak selalu klop dengan yang diminta pasar tenaga kerja.’ Lagi-lagi hanya soal pekerjaan, lalu di mana pendidikan karakter yang sesuai dengan UUD 1945 ?
Pendidikan karakter di sekolah harus sesuai Kemendiknas
Semarang–Pakar pendidikan Universitas Negeri Malang, Profesor Herawati Susilo mengatakan penanaman pendidikan karakter di sekolah harus mengacu konsep dari Kementerian Pendidikan Nasional.
“Kemendiknas telah merancang ‘grand design’ pembelajaran pendidikan karakter. Itu yang harus jadi acuan,” katanya usai seminar nasional “Pengembangan Inovasi Pembelajaran Berbasis Lesson Study” di Semarang, Sabtu.
Acuan yang telah ditetapkan Kemendiknas terkait pendidikan karakter adalah pengelompokan konfigurasi karakter, yakni
1.Olahhati,
2.Olahpikir,
3.Olahraga, dan
4. Olahrasa-karsa.
a. Olahhati bermuara pada pengelolaan spiritual dan emosional,
b. Olahpikir bermuara pada pengelolaan intelektual,
c. Olahraga bermuara pada pengelolaan fisik, sedangkan
d. Olahrasa bermuara pada pengelolaan kreativitas,” katanya memaparkan.
Menurut dia, keempat konfigurasi penanaman pendidikan karakter tersebut harus terkandung dalam rancangan kegiatan pembelajaran, dan tidak boleh melenceng dari acuan Kemendiknas itu.
Dia mengkhawatirkan, apabila ada rancangan kegiatan pembelajaran yang tidak sesuai dengan acuan itu, akan mengacaukan dan membelokkan cita-cita besar penanaman pendidikan karakter terhadap peserta didik.
Proses selanjutnya untuk pengembangan pendidikan karakter adalah kemampuannya untuk melewati tiga
tahapan penting, yakni
1. Pengetahuan,
2. Pelaksanaan, dan
3. Kebiasaan.
“Tiga tahapan ini tidak boleh diabaikan,” katanya menegaskan.
Namun, kata Herawati, pengembangan pendidikan karakter dalam suatu sistem pendidikan tetap harus selalu memperhatikan keterkaitan antarkomponen karakter setiap peserta didik, terutama terkait perilakunya.
Sementara itu, pakar pendidikan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Semarang, Prof. Sunandar mengatakan pengembangan pendidikan karakter harus bertumpu pada empat identifikasi karakteristik peserta didik.
“Keempat identifikasi karakteristik peserta didik, yakni :
1. Kemampuan awal,
2. Kecerdasan,
3. Gaya belajar, dan
4. Motivasi,
” kata Sunandar yang juga menjadi pembicara dalam seminar memeringati Dies Natalies Ke-29 IKIP PGRI
Semarang itu.
Acuan yang telah ditetapkan terkait pengembangan pendidikan karakter dari Kemendiknas, menurut dia, penting.
Akan tetapi, lanjut dia, empat aspek tersebut perlu diperhatikan dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
“Pengembangan karakter terhadappeserta didik melalui pembelajaran di sekolah tidak boleh bersifat setengah-setengah, tetapi harus bersifat komprehensif dan integral,” kata Sunandar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar